BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Supartono (1992) menyatakan bahwa: dalam mewujudkan pembangunan nasional di bidang
pendidikan , diperlukan peningkatan dan penyempurnaan pemerataan
penyelenggaraan pendidikan nasional
tanpa memandang jenis kelamin, yang disesuaikan dengan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Jadi untuk meningkatkan mutu pendidikan guru
memiliki tugas penting dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas pada bidang
pendidikan oleh sebab itu para pengajar harus memikirkan dan membuat suatu
perencanaan dalam meningkatkan mutu belajar bagi warga belajar meliputi;
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Banyak
kejadian dalam kehidupan yang menunjukan kepincangan antara Laki-laki dan
Perempuan. Dalam kondisi seperti ini dapat dipahami karena latar belakang
pemikiran tentang kuasa dan kehidupan adalah berdasarkan pemikiran patriarkhal.
Pemikiran tersebut telah mendasari system kemasyarakatan dan kebudayaan
Banyak
pandangan atau pendapat yang mengatakan bahwa pada masa lalu kedudukan seorang perempuan tidak dianggap
penting. Perempuan selalu tidak diperhitungkan keberadaannya. Kedudukan lelaki
adalah superior sedangkan perempuan adalah inferior atau dengan kata lain
laki-laki dianggap sebagai kepala atau menentukan segala sesuatu dalam masyarakat
sedangkan perempuan diposisi bawah yang hanya mendengar dan melakukan apa yang
laki-laki perintahkan. Hal ini karena budaya patriakhal yang dianut oleh masyarakat
sangat dominan.
Kebudayaan Kaera kampung Abangiwang suku Dorit ketidakadilan pembagian harta atau warisan merupakan
tradisi yang tidak bisa ditinggalkan. Ketidakadilan pembagian harta warisan
dalam masyarakat Kaera kampung Abangiwang suku Dorit didasarkan pada keturunan patrilinear dimana anak
Laki-laki sulung yang memperoleh harta paling besar . Hal ini didasarkan pada
pemahaman Kaera
kampung Abangiwang suku Dorit :
·
Anak laki-laki pertama yang akan memberi keturunan
pertama bagi keluarga
·
Anak laki-laki pertama yang akan menggantikan posisi
bapak atau biasanya dalam masyarakat Kaera kampung Abangiwang suku Dorit anak Laki-laki pertama dikenal dengan sebutan “Sohkit atau tei er”
·
Anak laki-laki pertama yang akan bertanggung jawab untuk
mengurus adik-adiknya
Beberapa hal yang disebutkan di atas yang mendasari
pemikiran orang Kaera kampung Abangiwang suku Dorit dalam pembagian warisan. Sedangkan yang menjadi alasan
mengapa anak Perempuan tidak mendapat warisan sekalipun anak Perempuan sulung
dalam keluarga karena anak perempuan tidak akan memberi keturunan bagi keluarga
Puling, perempuan akan menikah dengan
Laki-laki dari Keluarga lain.
Sesuai adat suku Dorit,
anak laki-laki adalah ahli waris yang menerima pusaka baik itu peninggalan dari
nenek moyang maupun hasil keringat orang tuanya, sedangkan anak perempuan tidak
mendapat warisan. Dengan demikian terjadi kecemburuan sosial dalam keluarga.
Kedudukan anak laki-laki biasanya ketika baru lahir
biasanya dengan sebutan “Shokit” . Shokit biasanya digunakan untuk mengisi tembakau ,
biasa juga tempat untuk isi tembakau ketika melangkah keluar untuk mencari
nafkah di laut ataupun di kebun. Hal ini
berimplikasi pada dasar pemikiran “tempat atau tumpuan harapan bagi kelanjutan
harapan suku/keluarga. Ketika anak
laki-laki bisa mampu berbuat positif
sesuai dengan harapan dan juga baik itu secara langsung maupun tidak
langsung laki-laki tersebut menjadi tumpuan harapan bagi keluarga maka
sebutannya beruba status dari Shokit
menjadi tei er. Sebutan
tei er biasanya paling populer ketika dalam urusan adat, sering sebutan tei er nampak dari keluarga yang
menerima hadirnya perempuan kepada saudara laki-laki dari pihak laki-laki yang
melepaskan saudara perempuan untuk menikah dengan pihak yang menyebutkan hal
tersebut ( yang menyebut tei er ).
Kedudukan laki-laki juga biasa disebut “abang
menakh” artinya orang yang bakal memiliki kampung atau penerus atau penjaga
daerah kekuasaan pada daerah kekuasaannya singkatnya penjaga dan penerus suku.
Hal tersebut adalah sebuah kaidah adat yang nilai pemahamannya sulit diubah
sampai efeknya merambat pada dunia pendidikan imbasnya juga menyelewang pada
penegakan keadilan.
Sesuai adat suku kaera, anak Laki-laki adalah ahli waris
yang menerima pusaka baik itu peninggalan dari nenek moyang maupun hasil
keringat orang tuanya, sedangkan anak perempuan tidak mendapat warisan. Dengan
demikian terjadi kecemburuan sosial dalam keluarga.
Kenyataan
yang terjadi di Desa Bunga Bali adalah anak perempuan kebanyakan kurang mendapat
kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
karena adanya paham Patriakhal
Di Desa
Bunga Bali, penulis temukan masalah
pembagian harta warisan yang tidak seimbang antara anak laki-laki dan anak
Perempuan. Ketika seorang anak Perempuan dalam masyarakat Bunga Bali belum
menikah seluruh tanggungjawab diambil alih oleh Ayah dan Ibu.
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh Pemerintah Desa
Bunga Bali untuk menangani masalah ini adalah melalui ceramah baik secara
formal maupun non formal telah dilakukan pembinaan yang menyangkut
pentingnya pendidikan terhadap kaum perempuan. Pemerintah
setempat telah bekerja sama dengan pemerintah kecamatan Pantar Timur mengadakan
pembinaan melalui wadah perkawinan Adat namun masyarakat belum juga menyadari sepenuhnya akan kesetaraan antara laki- laki dan Perempuan dalam
masyarakat khususnya dalam keluarga kaera,
oleh karena itu pemerintah yang menjadi tokoh Adat yang sangat menekankan paham
patriakhal yang kental dan kaku. Maksudnya jika seseorang mengurus anak perempuan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi maka dianggap belum dewasa pikirannya
karena anak laki-lakinya saja belum bisa diurus apalagi anak perempuan yang
statusnya akan bergabung pada keluarga lain saat menikah.
Masih banyak tokoh adat yang memegang teguh budaya
patriakal sehingga pendidikan anak laki-laki bila dibandingkan dengan
pendidikan anak perempuan karena perempuan dianggap sebagai orang yang selalu
mengurus proses makanan bagi keluarga / kerjanya berurusan di dapur. Jika
terjadi penekanan terhadap seorang perempuan yang dalam usia sekolah , misalnya
saat jam belajar perempuan tersebut kerja di dapur akan berdampak pada limit waktu untuk belajar.
Hal ini mengakibatkan perempuan tersebut sulit berkembang dalam dunia
pendidikan.
Penulis mengamati bahwa masalah ini menimbulkan ketidak
adilan kesejahtraan kaum laki-laki dan perempuan, maka penulis tertarik melakukan penelitiaan ilmiah tentang bagaimana
ketidakadilan dalam menghadapi persoalan ini. Untuk itu penulis kemas dalam
judul “PENDIDIKAN ANAK PEREMPUAN DAN
PERAN PEREMPUAN MENURUT ADAT SUKU KAERA – ABANGIWANG DIKAJI DARI SISI
ALKITABIAH” (Studi
kasus
Di Jemaat Yedidyah Abangiwang Klasis Pantar Timur Kabupaten Alor, Tahun
2016/2017) .
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan gambaran latar belakang di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana status anak dalam bidang
pendidikan dalam pandangan adat suku dorit
dan pengaruh adat Kaera kampung
Abangiwang suku Dorit terhadap pendidikan anak perempuan di Desa
Bunga Bali kecamatan Pantar Timur
kabupaten Alor dan upaya pemerintah untuk merubah pola pikir masyarakat akan
pentingnya pendidikan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan?
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN
- Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan ini sebagai berikut:
1. Untuk mencari tahu mengapa orangtua lebih
berfokus mengurus anak laki-laki ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
sementara anak perempuan kebanyakan hanya sebatas tingkat sekolah dasar
2. Untuk mencari tahu apakah ada pengaruh
adat suku kaera terhadap pendidikan anak perempuan
3. Untuk mencari tahu apakah ada upaya
pemerintah untuk mengubah pola pikir masyarakat terhadap pentingnya pemerataan
pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan
4. Untuk mencari tahu apakah ada perubahan
yang terjadi saat diadakannya pembianaan terhadap pentingnya pemerataan
pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan
- Kegunaan
Adapun kegunaan dari penelitian ini sebagai berikut :
1.
Sebagai bahan informasi bagi pihak jurusan tentang
kondisi adat yang berkembang di masyarakat
2.
Untuk memberikan sumbangan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang sosial budaya dalam kaitannya dengan
hubungan ilmu pendidikan dan Pemerintahan
3.
Sebagai informasi bagi para majelis lebih berperan
menyuarakan kenabian terhadap ketidak adilan yang terjadi dalam masyarakat
khusus Desa Bunnga Bali Kecamatan Pantar Timur Kabupaten Alor
4.
Sebagai bahan informasi budaya bagi generasi yang akan
datang termasuk para peniliti selanjutnya.
D.
KERANGKA BERPIKIR
Gambar 1.
Kerangka Pemikiran
![]() |
DAFTAR PUSTAKA
Slameto. 1991.
Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta: Jakarta.
Magnis Suseno,Etika Dasar,Kanisius,Jogyakarta
Ninu , Alex.2000.Bahan Ajar ISBD.Kupang
Nawal,
2001. Perempauan di titik Nol.Jakarta
Aloliliweri. 2002 .Dasar-Dasar Komunikasi Antar
Budaya.Pustaka Belajar: Kupang
Ratih.2003.Perempuan dan
teater.Jakarta
Tedjoworo. Imaji dan Imajinasi :suatu Telaah
Filsafat Posmodern, Yogyakarta: kanisius, 2001
Brouwer. Budaya Kemiskinan Perempuan, Yogyakarta:
1998
Ediyanti.
Kepribadian dan kemampuan Seseorang untuk berkembang, Jakarta : 2005
Besie, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan, Kupang:
2010
Arikunto, suharismi,1987, Prosedur penelitian
Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta. Jakarta
Leksi, J. Maloeng, 1991. Metode Penelitian
Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya
Muhadjir, Noeng, 1989. Metode Penelitian
Kualitatif, Rake Sarasi. Yogyakarta
Michel. Kedisplinan dan Keadilan
bagi kaum Perempuan. Bogor. 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar