BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Berita
tentang Kerajaan Allah atau sorga merupakan tema utama pemberitaan Yesus.
“Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan
percayalah kepada Injil.” (Markus 1: 15). “Juga ke kota-kota lain Aku harus
memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus.” (Lukas 4:43).
Pelayan
Gereja dengan pemberitaannya harus memberitakan keselamatan yang kekal. Menurut Tom Jacob (2007:17) menyatakan :
“Ternyata soal keselamatan berkaitan erat dengan ritus dan kebaktian ,
singkatnya dengan agama sehingga ada orang yang berpendapat bahwa keselamatan
hanyalah kata lain untuk agama”
Pemahaman
mengenai Kerajaan Allah sudah dikenal sejak permulaan pembentukan umat Allah dan
dalam sejarahnya mengelami perkembangan pemikiran. Tahap pertama,
ketika suku-suku Israel keluar dari penindasan di Mesir. Allah yang memerintah
sebagai raja dunia dirayakan dalam ibadat mereka selama masa pengembaraan di
padang gurun. Tidak ada implikasi politis sama sekali di dalamnya. Tahap
kedua, ketika bangsa Israel menetap di tanah Kanaan dan terbentuknya Amfiktioni[1]
. Tahap ketiga, adalah ketika keluarga Daud memerintah sebagai
penguasa Israel. Pada masa ini agama menjadi pelegitimasi kekuasaan seorang
raja. Bangsa Israel yang semula terdiri dari suku-suku bebas (dalam ikatan
persemakmuran) yang tidak mempunyai kasta sosial berubah menjadi
masyarakat yang berbeda derajat dan golongan sosialnya di bawah pemerintahan
seorang raja yang mempunyai legitimasi agama. Kerajaan Allah menjadi konsep
politis. Raja adalah wakil Allah dalam memerintah dan menjamin tetap berlakunya
hukum-hukum Allah dalam hidup umat. Pada
masa ini, nabi-nabi berkarya dengan pokok pemberitaan bahwa Allah mengutus
mereka untuk mengembalikan syalom atau damai sejahtera dari Allah
sebagai ciri utama Kerajaan Allah dan mengritik raja-raja dan para pemimpin
bangsa lainnya yang menyelewengkan kekuasaan yang mereka terima dari Allah demi
kepentingan diri mereka sendiri. Kerajaan Allah dilihat sebagai suatu Kerajaan
damai dan keadilan bagi semua orang. Karya Allah tidak terbatas pada bangsa
Israel saja melainkan bagi seluruh bangsa yang ada di muka bumi. Tahap
keempat, setelah kehancuran Kerajaan Yehuda dan Israel Utara kelompok
imam menjadi kelompok yang menguasai kehidupan umat saat itu
Menurut Dunnet (2005:11) menyatakan
bahwa:”Dengan Kuasa Allah Gereja telah dijadikan (Ef 1:15-2:10) dan digambarkan
sebagai rumah tangga besar, yang terdiri dari orang Yahudi ( Ef 2:11-22), yang
sama-sama menikmati kekayaan warisan Allah. Allah diam di dalam Gereja yang
dibangun di atas dasar yang kokoh yang terdiri dari banyak bagian. Dalam surat
kiriman Paulus ke Efesus, Paulus memberikan perhatiannya lebih banyak kepada
hubungan Suami dan Isteri dan melukiskan hubungan antara hamba dan tuannya.
Pada masa
golongan imam berkuasa inilah Yesus hadir dan berkarya menyampaikan Kabar
Baik-Nya. Kitab-kitab Injil berulangkali menceritakan pertentangan Yesus dengan
kaum Farisi dan Ahli Taurat yang disebabkan oleh penafsiran terhadap
hukum-hukum Taurat. Meskipun saat itu bangsa Yahudi berada dalam penjajahan
bangsa Romawi tetapi pada prakteknya mereka lebih patuh kepada dan takut kepada
pemuka agama Yahudi. Identitas kebangsaaan (dan juga keagamaan) yang masih
mereka miliki saat itu hanyalah Bait Allah di Yerusalem dan Hukum Taurat.
Pemuka Agama saat itu juga menyalahkan kegagalan mereka diakui sebagai bangsa
yang sederajat dengan bangsa lain karena kegagalan bangsa ini dalam
mentaati hukum Taurat sedetail mungkin. Oleh sebab itu, para pemuka agama
Yahudi menggali dan mengembangkan sedemikian rupa.
Menurut
E. G. White (1994:230) menyatakan bahwa: “ Banyak bangsa kafir
menyatakan bahwa patung-patung mereka itu hanya sekedar lambang-lambang dengan
mana Tuhan itu disembah; tetapi Allah telah menyatakan bahwa penyembahan
demikian adalah dosa. Penyembahan berhala adalah perzinahan rohani,
ketidaksenangan Allah terhadap hal itu tepat sekali disebut cemburu.
Penulis
berasumsi bahwa Penyembahan kepada Allah tidak seperti berpolitik terhadap
dualisme penyembahan antara benda gaib dan kekuasaan Tuhan. Tuhan itu Esa dan
tiada bandingnya. Kasih Tuhan terhadap keselamatan yang kekal adalah pasti dan
mutlak .
Kerajaan
Allah hanya dimiliki oleh mereka yang telah sempurna dalam menjalankan hukum
Taurat seketat mungkin. Dapat dikatakan pada masa ini terjadi percampuradukan
antara masalah keagamaan dengan sisi politik untuk melegitimasikan segala
tindak tanduk kelompok imam dalam memerintah rakyat saat itu. Akibatnya,
kebanyakan rakyat saat itu yang sudah menderita secara fisik karena hidup dalam
kemiskinan sebagai hasil penjajahan bangsa Romawi dibuat semakin tidak berdaya,
semakin diperlakukan tidak adil oleh sikap dan tindakan para imam yang
menyalahgunakan Taurat untuk kepentingan dirinya sendiri.
Dalam
situasi yang seperti itu, Yesus tampail sebagai seorang Rabi yang mewartakan
Kerajaan Allah. Kerajaan Allah yang menghancurkan tembok-tembok pemisah antara
yang saleh dengan yang dianggap berdoa, antara yang sehat dengan mereka yang
sakit, antara yang kaya dan miskin, tembok pemisah antara pria dan wanita
serta antara kelompok yang terpelajar dengan yang tidak berpengetahuan.
Yesus, melalui sikap dan perbuatanNya, memproklamirkan Kerajaan Allah yang
menjamin kemerdekaan individu dan lepasnya dari tindakan diskriminatif.
Bagi Yesus,
Kerajaan Allah bukanlah wilayah atau teritori yang mempunyai batas-batas
wilayah sebagaimana sebuah kerajaan di dunia ini karena Kerajaan Allah meluas
tanpa batas seperti karya Roh Kudus yang tidak dapat dibatasi oleh kelompok
manusia manapun. Kerajaan Allah dalam pandangan Yesus ialah suasana kehidupan
dimana umat sungguh-sungguh menempatkan Allah sebagai satu-satunya yang utama
dalam kehidupan mereka yang disembah sebagai raja dan Tuhan mereka dan
kehendakNya ditaati. Sikap seperti ini berarti mengakui dan memberlakukan
kesetaraan bagi semua orang serta perlakuan yang adil dan penuh kasih terhadap
sesama. Sehingga syalom dapat tercipta.
Apa yang
Yesus lakukan tidak bernuansa politis. Oleh sebab itu, Yesus sama sekali tidak
merancang sebuah pusat kekuatan dan pemerintahan duniawi dan melakukan
perlawanan terhadap penguasa Romawi maupun penguasa Yahudi. Kalau pun ada
tuduhan dari para pemuka agama bahwa Yesus hendak menjadi raja Yahudi dan
hendak memberontak kepada Roma itu adalah akal-akalan pemuka agama saat itu
untuk menjadikan masalah internal mereka menjadi masalah antara Yesus dan Roma.
Sebaliknya, Kerajaan Allah yang menjadi pusat pemberitaan Yesus lebih
menekankan sisi moral dan etis. Kerajaan Allah adalah sebuah suasana kehidupan
yang bermoral dan berperilaku etis dimana menempatkan Tuhan sebagai Raja
Kehidupan yang mendorong lahirnya sikap berlaku adil, benar, jujur, menghargai
perbedaan dan keseteraan dan sebagainya bagi setiap orang yang pada waktu itu
tidak pernah dirasakan oleh sebagian besar rakyat saat itu.
Menurut Walter (2005:69) menyatakan bahwa
dalam bagian pertama dalam surat kiriman ini, Paulus dengan singkat menguraikan
tentang asal mula Gereja, yang ada di dunia ini menurut rencana Allah.
Selain itu, Kerajaan Allah adalah suasana
kehidupan baru yang sudah, sedang dan akan mencapai penggenapannya dan dialami
secara penuh pada saat Yesus datang kedua kalinya; karena Allah ditempatkan
kembali sebagai Raja dan kehendakNya ditaati dengan sempurna. Jadi, sekarang
ini kita hidup di dalam penantian penggenapan Kerajaan Allah. Di dalam
penantian itu gereja (dan warganya) terpanggil untuk mendirikan tanda-tanda
Kerajaan Allah
Banyak Situasi pelayanan yang belum sukses akibat dari pandangan yang sedikit
identik dengan egois dan lain-lain yang merupakan pengaruh pandangan kita
terhadap warna dunia yang sedang berkembang dengan dandan imitasi pelayanan
artinya menjadi malaikat terang yang secara kenyataan mungkin bernarasi mesias
palsu pada masa-masa kini.
Berdasarkan asumsi di atas maka menurut
penulis menyatakan bahwa sebagai abdi Allah harus memadukan variasi warna
pelayanan secara benar dan menjadikannya sebagai variasi warna dari satu
keutuhan lukisan pelayanan yang indah dan benar di hadapan Allah dengan penuh tanggungjawab.
Perlu merapatkan keserasian barisan pelayanan menjadi mata rantai pelayanan
yang kuat karena umat manusia jika ditinjau dari segi perilaku dalam mengikuti
perkembangan globalisasi kelihatannya banyak gerakan dari dunia yang mulai
belajar sekuat tenaga untuk menerobos dan melemahkan barisan kepercayaan umat
Kristiani khususnya pada jemaat kalangan GMIT2.
Sebagai pekerja Allah perlu merevisi
setiap konsep pelayanan yang dibangun mestinya bersimpul pada kasih yang tulus
tanpa adanya rekayasa akibat tendesan dan tindisan warna dunia secara logis
berpijak pada pengetahuan yang nilai jualnya bersebrangan dengan visi GMIT yakni Pelayanan yang Holistik.
Tantangan masa kini harus disikapi
dengan pembelajaran yang sudah diterapkan oleh Yesus Kristus dalam setiap
tindakan pelayanan-Nya. Sebagai hamba Tuhan
terus diminta untuk lebih berhati-hati dan menjauhkan adegan-adegan yang
sama sekali bukan warna pelayanan di dalam kepribadian bingkai pelayanan GMIT
yang berdasarkan prinsip-prinsip pelayanan yang dilakukan oleh Yesus Kristus, terus
mengevaluasi pelayanan dan jelih memperhatikan berbagai penyusupan pelayanan
misalnya tindakan berbagai karunia penglihatan terus dikontrol sesuai dengan
kebenaran firman Tuhan, dalam satu perhatian serius karena ada hal-hal itu bisa
terjadi dalam pelayanan jika ada karya Tuhan yang tidak bisa dikontrol dengan
menggunakan akal manusia hanya bisa dikontrol lewat buah-buah pertobatan yang
berlandaskan kebenaran sejati lewat firman Tuhan. Perlu diperhatiakan dan ditegaskan bahwa praktek pelayanan yang salah mengakibatkan kualitas pelayanan
akan dipertanyakan oleh komunitas basis pelayanan.
Sebuah pengenalan diri dalam menjalankan
pelayanan Tuhan berawal dari bagaimana kita mengikuti semua jejak yang mengarah
kepada aturan dengan asumsi dasar “menjadi taat dan berkarakter setia” Pelayanan
kategorial dan Pelayanan fungsional merupakan Penopang pelayanan gereja
hendaknya difasilitasi dengan berbagai kadar iman yang siap untuk menjemput
jiwa-jiwa menurut pergumulan dengan selalu mempertahankan kehendak Tuhan bukan
memperhatikan kepentingan persaingan karunia Tuhan. Dalam menjalankan
sebuah pelayanan baik itu pelayanan internal maupun pelayanan eksternal mestinya
tidak terlepas dari aturan GMIT, harus melalui proses resmi sesuai dengan
aturan gereja khususnya perlu diperhatikan bahwa pelayanan kategorial dan
fungsional yang pelayanannya ada di
Jemaat GMIT Danau Ina Lasiana perlu mengikuti rambu-rambu pelayanan yang ada.
Penulis berasumsi bahwa dalam
menjalankan pelayanan Tuhan mestinya secara tulus menuju kepada harapan sejati
yang sudah dibangun dalam misi pelayanan Yesus Kristus untuk memenangkan jiwa-jiwa
demi hormat dan kemuliaan Tuhan.
Berdasarkan uraian diatas,
maka penulis memandang perlu untuk mengadakan penelitian dengan judul : ”PERANAN GEREJA DALAM MENYAMPAIKAN KABAR KESELAMATAN KEKAL BAGI WARGA KERAJAAN ALLAH DAN UPAYA MENGHADAPI TANTANGAN
PELAYANAN MASA KINI ( SUATU STUDI PADA : GMIT YEDIDYAH ABANGIWANG)”.
B. INDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan
uraian latar belakang diatas, adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini
adalah:
1.
Menjelaskan sasaran pelayanan yang terjadi di Gereja GMIT bagi Jemaat Allah.
2.
Untuk mencari tahu sejauhmana pelaksanaan pelayanan GMIT khususnya jemaat GMIT Yedidyah Abangiwang dalam menanggulangi berbagai tantangan baik
secara ekteren dan interen
3.
Mencari tahu
letak keberhasilan pelakasanaan pelayanan pekabaran Injil khususnya jemaat GMIT Yedidyah
Abangiwang yang berbuahkan buah-buah pertobatan
C. BATASAN MASALAH
Agar penulisan ini tidak keluar dari permasalahan maka di
batasi masalahnya pada: menjelaskan pelayanan GMIT
sebagai sumber pembaharuan dan bagaimana mengatasi Tantangan Pelayanan Masa
Kini.
D. RUMUSAN MASALAH
1.
Sejauh mana sasaran pelayanan yang diadakan oleh GMIT mampu memberikan dampak yang baik bagi
pertumbuhan iman Jemaat pada saat ini.
2.
Sejauh mana
tanggung jawab Gereja dalam melaksanakan
penatalayanan pelayanan bagi
Umat Kristen secara
bertanggung jawab dan berkualitas.
3.
Sejauh mana
peranan Para Gembala/Pendeta dalam mewujudkan arti damai sejaterah bagi sesama sebagai bagian
dari tujuan pekabaran Injil bagi umat manusia tentang arti kehidupan kekal dan atau letak keberhasilan pelakasanaan pelayanan pekabaran Injil khususnya jemaat GMIT Yedidyah Abangiwang yang berbuahkan
buah-buah pertobatan
E.
TUJUAN
DAN KEGUNAAN
1.
TUJUAN
1.
Mencari tahu pelayanan yang diadakan oleh GMIT apakah mampu memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan iman Jemaat pada saat ini
2.
Untuk
mengetahui sejauhmana pelaksanaan
pelayanan GMIT khususnya jemaat GMIT Yedidyah Abangiwang dalam
menanggulangi berbagai tantangan baik secara ekteren dan interen
3. Mencari tahu Peranan Para Gembala/Pendeta dalam mewujudkan arti damai sejaterah bagi sesama sebagai
bagan dari tujuan pekabaran Injil bagi umat manusia tentang arti kehidupan kekal
2.
KEGUNAAN
1.
Bagi GMIT Yedidyah Abangiwang tempat penelitian,
sebagai bahan pertimbangan dalam
pengembangan dan penyempurnaan program
Pelayanan GMIT secara Holistik
2.
Dapat Dijadikan suatu gambaran
bagi Jemaat GMIT Yedidyah Abangiwang
yang
bersangkutan untuk lebih mampu
memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan jemaat pada saat ini
3.
Sebagai keputusan dan
dokumentasi bagi peneliti lanjutan dalam rangka pengembangan penatalayanan GMIT
dalam mengembangkan pelyanan sesuai Firman Tuhan yang merupakan dasar pelayanan
di dalam karya Yesus Kristus
DAFTAR
PUSTAKA
Tom Jacob, 2007. Syalom Salam Selamt, Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Walter M. Dunnett 2005. Pengantar Perjanjian Baru, Penerbit
Gandum Mas
Soemarna
1994. Sejarah Para Nabi, Bandung:Indonesia Publishing House
[1] Amfitioni= yang menyembah Yahweh dan memegang Taurat sebagai Undang-Undang
Dasar kehidupan mereka dengan sesama dan dengan Allah. Allah dipahami sebagai
Raja (yang melalui hukum-hukumNya) menjamin kesetaraan dan keadilan. Masa ini
mencapai puncaknya pada masa Hakim-Hakim memerintah.
2 GMIT singkatan dari Gereja Masehi Injili
di Timor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar