BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan wadah yang siap
mengahasilkan manusia menjadi berkat bagi lingkungan dimana manusia itu
diproses bahkan menjalar kapan dan dimanapun manusia itu berada dan
beraktivitas menuju kearah yang lebih potensial, sebagai pelaku sebuah kemajuan
positif bagi bangsa dan negara dimana manusia itu berada.
Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232 , Pendidikan
berasal dari kata “didik”, Lalu
kata ini mendapat awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya
memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan
adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Begitu pentingnya pendidikan bagi manusia maka
perlu diakui secara bersama bahwa dengan adanya pendidikan maka proses
pendidikan terhadap manusia dengan sendirinya sudah membawakan manusia secara
langsung dan juga secara tidak langsung untuk belajar menggapai suatu perubahan
positif dimana manusia berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan kecerdasan,
serta manusia dituntut untuk mengembangkan kemampuan sikap dan tingkah lakunya
dalam setiap perwujudan aktivitas baik itu dilingkungan masyarakat kelas bawah,
menengah dan juga merakit pada jenjang masyarakat tingkat atas.Hakikat PAK adalah usaha yang dilakukan secara kontinu dalam rangka
mengembangkan kemampuan pada siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat
memahami dan menghayati kasih Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakannya
dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya.
Hakikat pembelajaran
adalah suatu sistem belajar yang terencana dan sistematis dengan maksud agar
proses belajar seseorang atau kelompok orang dapat berlangsung sehingga terjadi
perubahan, yakni meningkatkan kompetensi pembelajar tersebut. Karena itu, guru
sebagai ujung tombak dalam pembelajaran seharusnya berusaha menciptakan sistem
lingkungan atau kondisi yang kondusif agar kegiatan belajar dapat mencapai
tujuan secara efektif dan efisien. Belajar memiliki tiga atribut pokok ialah:
Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan
perasaan, Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut
kognitif, psikomotorik, maupun afektif , dan Belajar berkat mengalami, baik
mengalami secara langsung maupun mengalami secara tidak langsung (melalui
media). Dengan kata lain belajar terjadi di dalam interaksi dengan lingkungan.
(lingkungan fisik dan lingkungan sosial). Dapat disimpulkan secara umum bahwa
Belajar adalah sebuah proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku seseorang
atau subyek belajar.
Dari pandangan-pandangan di atas diketahui bahwa
pengetahuan dan kepandaian yang mendatangkan kepribadian yang luhur adalah
pengetahuan dan kepandaian yang berasal dari Tuhan-Nya. Untuk itu, dalam
mengajarkan Firman Tuhan ini diperlukan pengajar atau guru yang sadar
betul akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik iman. Sebab guru
Pendidikan Agama Kristen mempunyai tanggung jawab membawa muridnya kepada iman
yang kokoh dan berkembang menjaga kemurnian pengajar Tuhan dan memimpin murid
kepada kebenaran Allah, Ia adalah saksi Kristus, ia bukan hanya
informatory tetapi juga sekalipun motivator, komunikator dan konselor bagi
muridnya.
Tetapi fakta yang banyak terjadi sekarang adalah banyak
guru agama Kristen kurang memperhatikan dan melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya dengan benar. Banyak guru agama Kristen yang hanya
mengajarkan Pendidikan Agama Kristensecara teoritis tanpa peduli apakah
siswanya mampu dan mau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan
inilah yang menunjukkan seseorang sudah berkepribadian yang luhur dan saleh
atau masih belum. Calvin dalam pandangannya di atas menunjukkan bahwa
Pendidikan Agama Kristen itu selain dipahami secara teoritis juga harus
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bentuk ibadah bersama maupun dalam bentuk
kegiatan dalam hidup sehari-hari di dalam masyarakat.
Pergeseran
paradigma dalam pembelajaran harus dilihat sebagai tantangan bagi
lembaga-lembaga pendidikan dan para pengajar (guru) untuk meningkatkan kualitas
profesionalasimenya. Dalam hal ini, guru mampu mendesain, menerapkan dan
mengevaluasi program pembelajaran secara baik. Apalagi, peningkatan mutu,
relevansi dan efektifitas pendidikan sebagai tuntutan nasional sejalan dengan
perkembangan dan kemajuan masyarakat, berimplikasi secara nyata dalam program
pendidikan dan kurikulum sekolah. Tujuan dan program kurikulum dapat dicapai
secara baik apabila programnya didesain secara baik dan aplikatif
(Hamalik,2001:vi).
Pemikiran di atas berimplikasi pada adanya tuntutan bagi para guru untuk memiliki kemampuan mendesain programnya dan sekaligus menentukan strategi instruksional yang harus ditempuh. Para guru harus memiliki keterampilan memilih dan menggunankan metode mengajar untuk dapat diterapkan dalam sistem pembelajaran yang efektif. Dan untuk itu, maka diperlukan perencanaan pembelajaran. Untuk memehami apa yang dimaksudkan sebagai perencanaan pembelajaran, defenisi dari kedua kata tersebut perlu jelaskan telebih dahulu. Kata perencanaan memiliki beberapa defenisi, sebagaimana ditemukan dalam literatur. Cunningham dalam Uno (2008:1), mendefenisikan perencanaan ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan mengevaluasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima yang akan digunakan dalam penyelesaian.
Dalam kaitan dengan pencapaian tujuan pemebelajaran, pertanyaan bagaimana cara tujuan pembelajaran dicapai secara efektif dan efisien menjadi hal yang mendasar. Sekadar menegaskan kembali bahwa pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa, maka niscaya untuk memperhatikan klasifikasi variabel pembelajaran. Sebab,variabel pembelajaran adalah landasan praktis sekaligus pedoman yang menuntun guru dalam usahanya membelajarkan siswa. Dengan perkataan lain, jawaban dari pertanyaan bagaimana cara tujuan pembelajaran dicapai secara efektif dan efisian, secara praktis adalah klasisfikasi variabel pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu, rumusan praktis dari pertanyaaan bagaimana suatu tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien, maka kita langsung diperhadapkan dengan bagaiman cara mengorganisasikan isi pembelajaran, bagaimana menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaiman menata interaksi sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal.
Menurut Degeng dalam Uno (2008:3), pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk merancangnya agar rencana pembelajaran yang disusun benar-benar memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran. Maka dalam rancangan pembelajaran pendekatan (approach) terhadap tujuan pemebelajaran berpijak pada teori pembelajaran (perskriptif). Teori pembelajaran bersifat perspkriptif yakni memberikan resep atau petunjuk bagaimana cara melaksanakan pembelajaran. Jadi jelas, jika teori belajar adalah mendeskripsikan proses belajar berlangsung dalam diri sesorang, maka teori pembelajaran (perskriptif) memberikan arah, petunjuk, pedoman, bagaimana melaksanakan tahap-tahap pembelajaran yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang dipakai oleh teori belajar.
Pemikiran di atas berimplikasi pada adanya tuntutan bagi para guru untuk memiliki kemampuan mendesain programnya dan sekaligus menentukan strategi instruksional yang harus ditempuh. Para guru harus memiliki keterampilan memilih dan menggunankan metode mengajar untuk dapat diterapkan dalam sistem pembelajaran yang efektif. Dan untuk itu, maka diperlukan perencanaan pembelajaran. Untuk memehami apa yang dimaksudkan sebagai perencanaan pembelajaran, defenisi dari kedua kata tersebut perlu jelaskan telebih dahulu. Kata perencanaan memiliki beberapa defenisi, sebagaimana ditemukan dalam literatur. Cunningham dalam Uno (2008:1), mendefenisikan perencanaan ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan mengevaluasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima yang akan digunakan dalam penyelesaian.
Dalam kaitan dengan pencapaian tujuan pemebelajaran, pertanyaan bagaimana cara tujuan pembelajaran dicapai secara efektif dan efisien menjadi hal yang mendasar. Sekadar menegaskan kembali bahwa pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa, maka niscaya untuk memperhatikan klasifikasi variabel pembelajaran. Sebab,variabel pembelajaran adalah landasan praktis sekaligus pedoman yang menuntun guru dalam usahanya membelajarkan siswa. Dengan perkataan lain, jawaban dari pertanyaan bagaimana cara tujuan pembelajaran dicapai secara efektif dan efisian, secara praktis adalah klasisfikasi variabel pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu, rumusan praktis dari pertanyaaan bagaimana suatu tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien, maka kita langsung diperhadapkan dengan bagaiman cara mengorganisasikan isi pembelajaran, bagaimana menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaiman menata interaksi sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal.
Menurut Degeng dalam Uno (2008:3), pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk merancangnya agar rencana pembelajaran yang disusun benar-benar memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran. Maka dalam rancangan pembelajaran pendekatan (approach) terhadap tujuan pemebelajaran berpijak pada teori pembelajaran (perskriptif). Teori pembelajaran bersifat perspkriptif yakni memberikan resep atau petunjuk bagaimana cara melaksanakan pembelajaran. Jadi jelas, jika teori belajar adalah mendeskripsikan proses belajar berlangsung dalam diri sesorang, maka teori pembelajaran (perskriptif) memberikan arah, petunjuk, pedoman, bagaimana melaksanakan tahap-tahap pembelajaran yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang dipakai oleh teori belajar.
Perlu
dikemukakan bahwa istilah metode pembelajaran sering digunakan secara
bergantian dengan strategi pembelajaran dengan makna yang sama. Jika, metode
pembelajaran didefenisikan cara-cara bebeda untuk mecapai pembelajaran yang
bebeda, di bawah kondisi pembelajaran berbeda demi mencapai hasil yang
diinginkan, maka strategi pembelajaran lebih diacukan pada penataan cara-cara
ini (metode), sehingga terwujud suatu urutan langkah prosedural yang dapat
dipakai untuk mencapai hasil yang diingikan. Atau, strategi pembelajaran
diacukan sebagai salah satu cara yang telah tersusun dalam suatu tatanan yang
utuh dengan urutan langkah secara jelas untuk mencapai hasil yang diinginkan
(Degeng, 1990:1-2).
Cara-cara strategi pembelajaran sebagai salah satu cara yang tersusun dalam suatu tatanan utuh dengan urutan langkah secara jelas, meliputi: pengorganisasian isi, penyampaian isi, maupun pengelolaan isi. Oleh karena itu, dalam merancang pembelajaran, perancang (guru) dapat merinci dan menatanya dengan berpijak pada pembedaan atas 3 (tiga) strategi pembelajaran tersebut, yaitu: (1) strategi pengorganisasian isi pembelajaran, (2) strategi penyampaian isi pembelajaran dan (3) strategi pengelolaan pembelajaran (Degeng, 1996:2; Asminiati, 1996:16).
Ketiga strategi pembelajaran di atas dijelaskan lebih lanjut. Strategi pengorganisasian (organization strtegy) adalah metode untuk mengorganisasikan isi bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran. “Mengorganiasi” mengacu pada suatu tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format dan lainnya yang setingkat dengan itu. Strategi penyampaian (delivery strategy) adalah metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada siswa dan/atau untuk menerima serta merespons masukan yang berasal dari siswa . Media pembelajaran merupakan media dari bidang kajian ini. Dan strategi pengelolaan (management strategy) adalah metode untuk menata interaksi antara si belajar dan variabel metode lainnya, variabel pengorganisasian dan isi pembelajaran.
Hal lain yang menjadi permahasalahan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen pada sekolah di atas ialah penggunaan metode belajar yang sangat terbatas. Keterbatasan penggunaakan metode ini ialah metode ceramah masih merupakan metode laris yang dipakai guru. Walaupun, dalam Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dituliskan metode-metode lain seperti diskusi kelompok, observasi, studi kasus, dll. Efek buruk dari metode belajar tunggal ini ialah guru masih memposisikan diri sebagai subjek dalam pembelajaran dan siswa hanya sebagai objek. Pembelajaran berlangsung secara monologis (bersifat satu arah) yakni dari guru kepada siswa. Pembelajaran tersebut benar-benar menampakan proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Guru menjadi sangat aktif dan siswa sangat pasif. Hal ini memiliki efek buruk lanjutan dalam proses pembelajaran yakni suasana kelas menjadi sangat tegang dan membosankan bagi siswa. Tentu saja hal ini dikarenakan oleh guru tidak membangun interaksi belajar diantara dirinya, siswa dan lingkungan sekitar.
Masih berkaitan dengan penggunaan metode pembelajaran ialah dengan metode pembelajaran yang tunggal dan kaku tersebut, mengakibatkan ketidakseimbagan dalam terbangunnya pengetahuan di antara sekian banyak siswa. Hal ini dibuktikan dengan tingkat interaksi belajar yang sangat mimim dari siswa. Respons siswa terhadap ceramah guru bersifat terbatas (beberapa orang dari sekian banyak siswa). Dan hal ini selalu terjadi dalam setiap kali berlangsungnya pembelajaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat respons siswa yang terbatas dan beputar pada orang-orang tertentu, maka tingkat pemahaman siswa tidak seimbang.
Cara-cara strategi pembelajaran sebagai salah satu cara yang tersusun dalam suatu tatanan utuh dengan urutan langkah secara jelas, meliputi: pengorganisasian isi, penyampaian isi, maupun pengelolaan isi. Oleh karena itu, dalam merancang pembelajaran, perancang (guru) dapat merinci dan menatanya dengan berpijak pada pembedaan atas 3 (tiga) strategi pembelajaran tersebut, yaitu: (1) strategi pengorganisasian isi pembelajaran, (2) strategi penyampaian isi pembelajaran dan (3) strategi pengelolaan pembelajaran (Degeng, 1996:2; Asminiati, 1996:16).
Ketiga strategi pembelajaran di atas dijelaskan lebih lanjut. Strategi pengorganisasian (organization strtegy) adalah metode untuk mengorganisasikan isi bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran. “Mengorganiasi” mengacu pada suatu tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format dan lainnya yang setingkat dengan itu. Strategi penyampaian (delivery strategy) adalah metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada siswa dan/atau untuk menerima serta merespons masukan yang berasal dari siswa . Media pembelajaran merupakan media dari bidang kajian ini. Dan strategi pengelolaan (management strategy) adalah metode untuk menata interaksi antara si belajar dan variabel metode lainnya, variabel pengorganisasian dan isi pembelajaran.
Hal lain yang menjadi permahasalahan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen pada sekolah di atas ialah penggunaan metode belajar yang sangat terbatas. Keterbatasan penggunaakan metode ini ialah metode ceramah masih merupakan metode laris yang dipakai guru. Walaupun, dalam Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dituliskan metode-metode lain seperti diskusi kelompok, observasi, studi kasus, dll. Efek buruk dari metode belajar tunggal ini ialah guru masih memposisikan diri sebagai subjek dalam pembelajaran dan siswa hanya sebagai objek. Pembelajaran berlangsung secara monologis (bersifat satu arah) yakni dari guru kepada siswa. Pembelajaran tersebut benar-benar menampakan proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Guru menjadi sangat aktif dan siswa sangat pasif. Hal ini memiliki efek buruk lanjutan dalam proses pembelajaran yakni suasana kelas menjadi sangat tegang dan membosankan bagi siswa. Tentu saja hal ini dikarenakan oleh guru tidak membangun interaksi belajar diantara dirinya, siswa dan lingkungan sekitar.
Masih berkaitan dengan penggunaan metode pembelajaran ialah dengan metode pembelajaran yang tunggal dan kaku tersebut, mengakibatkan ketidakseimbagan dalam terbangunnya pengetahuan di antara sekian banyak siswa. Hal ini dibuktikan dengan tingkat interaksi belajar yang sangat mimim dari siswa. Respons siswa terhadap ceramah guru bersifat terbatas (beberapa orang dari sekian banyak siswa). Dan hal ini selalu terjadi dalam setiap kali berlangsungnya pembelajaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat respons siswa yang terbatas dan beputar pada orang-orang tertentu, maka tingkat pemahaman siswa tidak seimbang.
Siswa
aktif mengalami kemajuan dan siswa pasif stabil pada atau bahkan tertinggal.
Sisi permasalahan lainnya ialah keterbatasan media pembelajaran yang digunakan
oleh guru untuk mengkonkretisasi dan mempermudah penyampaian suatu pokok materi
kepada siswa. Hal ini memberikan kesulitan bagi siswa untuk mencapai penguasaan
materi secara efektif dan efisien. Padahal, peran media pembelajaran sangat
penting bagi siswa karena dapat memberikan kemudahan serta meningkatkan daya
tarik siswa untuk belajar tentang suatu hal.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tergerak untuk turut bertanggung jawab dan memberi sumbangan pemikiran dalam mengatasi dan memperbaiki keadaan pelaksanaan pendidikan Agama Kristen pada kesempatan ini penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian tentang pengaruh guru dalam pelaksanaan pendidikan Agama Kristen dalam pertumbuhan iman anak, karena itulah penulis memilih judul skripsi ini, yaitu “STRATEGI GURU DALAM MENGAJAR BERDAMPAK PADA KEGEMARAN SISWA-SISWI UNTUK BELAJAR PAK SD GMIT ABANGIWANG KECAMATAN PANTAR TIMUR”.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tergerak untuk turut bertanggung jawab dan memberi sumbangan pemikiran dalam mengatasi dan memperbaiki keadaan pelaksanaan pendidikan Agama Kristen pada kesempatan ini penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian tentang pengaruh guru dalam pelaksanaan pendidikan Agama Kristen dalam pertumbuhan iman anak, karena itulah penulis memilih judul skripsi ini, yaitu “STRATEGI GURU DALAM MENGAJAR BERDAMPAK PADA KEGEMARAN SISWA-SISWI UNTUK BELAJAR PAK SD GMIT ABANGIWANG KECAMATAN PANTAR TIMUR”.
B.
INDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan
uraian latar belakang diatas, adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini
adalah:
1.
Kurangnya pengetahuan dan keterampilan guru
dalam merancang strategi pengorganisasian isi pembelajaran
2. Pengembangan materi pembelajaran masih terpaku pada
buku-buku teks yang kurang relevan dengan kondisi dimana pembelajaran
berlangsung, sehingga kebutuhan belajar siswa tidak terpenuhi
3. Keterbatas
pemilihan dan penggunaan metode dan media pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik materi serta karakteristik siswa, sehingga siswa mengalami
kesulitan dalam mencapai tujuan pembelajaran
4. Adanya
ketidakseimbagan dalam kemajuan belajaran siswa-siswi
C.
BATASAN MASALAH
Upaya penulis
dalam mengidentifikasi permasalahan di atas, secara sepintas mungkin menunjukan
keterpisahan antara masalah yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, jika
dicermati secara saksama, maka permasalahan-permasalahan yang diidentifikasi
tersebut bertolak dari satu akar permasalahan. Demikian maka, dalam bagian
pembatasan masalah ini, pertimbagan akan apa yang menjadi pokok (substansi)
permasalahan serta demi ketepatan dan dan keterfokusan penelitian, penulis
membatasi permasalahan pada bagian pertama dari urutan identifikasi masalah di
atas, yakni: “Strategi Guru Dalam
Mengajar Berdampak Pada Kegemaran Siswa-Siswi Untuk Belajar PAK.
D.
RUMUSAN MASALAH
1.
Sejauh mana Pengembangan materi pembelajaran masih terpaku pada
buku-buku teks yang kurang relevan dengan kondisi dimana pembelajaran
berlangsung, sehingga kebutuhan belajar siswa tidak terpenuhi.
2.
Sejauh mana Pengembangan materi pembelajaran masih terpaku pada
buku-buku teks yang kurang relevan dengan kondisi dimana pembelajaran
berlangsung, sehingga kebutuhan belajar siswa tidak terpenuhi.
3.
Sejauh mana apakah ada terdapat keterbatas pemilihan dan penggunaan
metode dan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi serta
karakteristik siswa, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
4. Sejauh mana ketidakseimbagan dalam kemajuan belajaran
siswa-siswi.
E.
TUJUAN DAN KEGUNAAN
1. TUJUAN
1. Mencari tahu apakah kurangnya pengetahuan dan keterampilan guru dalam
merancang strategi pengorganisasian isi pembelajaran
2.
Untuk mencari tahu
Pengembangan materi pembelajaran masih terpaku pada buku-buku teks yang kurang
relevan dengan kondisi dimana pembelajaran berlangsung, sehingga kebutuhan
belajar siswa tidak terpenuhi
3.
Untuk mencari tahu apakah
ada terdapat keterbatas pemilihan dan penggunaan metode dan media pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik materi serta karakteristik siswa, sehingga
siswa mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan pembelajaran
4. Untuk mencari tahu apakah
terdapat Adanya ketidakseimbagan dalam kemajuan
belajaran siswa-siswi
2.
KEGUNAAN
1. Bagi sekolah tempat penelitian, sebagai bahan pertimbangan dalam
pengembangan dan penyempurnaan program
pengajaran Pendidikan Agama
2. Dapat Dijadikan suatu gambaran bagi SD GMIT ABANGIWANG KECAMATAN PANTAR TIMUR yang bersangkutan untuk lebih mampu memberikan dampak yang baik bagi
pertumbuhan iman anak pada saat ini
Sebagai keputusan dan dokumentasi bagi peneliti lanjutan dalam rangka
pengembangan mental bagi siswa di SD GMIT ABANGIWANG KECAMATAN PANTAR TIMUR
DAFTAR PUSTAKA
Bafaal, Ibrahim, 2003.Seri
Menajemen Penidikan Mutu Penidikan Berbasis Sekolah, Manajemen Perlengkapan
Sekolah Teori an Aplikasi, Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet.
Daeng. H. 1986. Antropologi Budaya, Penerbit Nusa Indah
E, Mulyasa, 2004, Manajemen
Berbasis Sekolah, Bandung: PY Remaja Rosdakarya,Cet.VII
Hidayat Z. M. 1976. Masyarakat dan kebudayaan suku-suku Bangsa di
NTT. Tarsito, Bandung
Hanig. A. G. 1985.. Ilmu Agama.
BPK Gunung Mulia Jakarta
Kande Abia Freik, an Sukoco Heru, 2009. Analisis Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta. Igna Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar